Jumat, 11 November 2016

LINGKUNGAN HUTAN

menjaga kelestarian hutan dan lingkungan hidup




Menjaga Kelestarian Hutan dan Lingkungan Hidup
“Tidak ada Hutan, Tidak ada Air, Tidak ada Kehidupan”
Hutan adalah sahabat kita dan kecintaan terhadap sahabat kita yang satu ini perlu untuk kita hidupkan kembali dan kita benahi lebih serius karena sebenarnya kita adalah orang yang berhutang kepada hutan karena tanpa pamrih hutan-hutan kita telah memberikan  oksigen, menjaga sumber air, menunjang kebutuhan kertas kita dan mencegah terjadinya bencana alam.
Kita telah lama mengenal istilah-istilah yang menggambarkan kearifan lokal tiap-tiap daerah terkait lingkungan hidup salah satunya yang berasal dari daerah Jawa Barat yang saya jadikan bagian dari judul diatas ”Hutan ruksak, cai saat, manusa balangsak” dan saya meyakini banyak kearifan lokal (local wisdom) lainnya di tiap daerah di Indonesia. Local Wisdom yang ada  menunjukkan  bahwa generasi sebelum kita merupakan generasi yang telah memikirkan konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang mencerminkan kepedulian mereka terhadap lingkungan dan kepedulian mereka terhadap generasi setelah mereka. Lalu bagaimana dengan generasi kita hari ini?
Hal yang mencengangkan ialah kondisi hutan kita hari ini, Hutan kita selama era reformasi justru rusak lebih parah dari era orde baru. Data dari satelit, Tahun 1998 kerusakan hutan kita 28 juta Ha , saat ini sudah ada 58 juta Ha lahan hutan yang rusak, berarti sudah 31 juta Ha lahan hutan yang rusak dalam kurun waktu 10 tahun. Berdasarkan data dari Walhi dari tahun 2000-2005 tercatat hutan Indonesia telah hilang seluas 5,4 juta hektar, selain itu Indonesia mengalami kerugian materil akibat bencana alam sebesar Rp. 36,943 triliun (kerugian langsung) dan Rp. 144,07 triliun (kerugian tak langsung)”.
Liberalisasi di Sektor Kehutanan
Tak hanya sektor Pendidikan yang ramai saat ini dibicarakan terkait liberalisasi, namun sektor kehutanan pun mengalami proses liberalisasi akibat kerjasama pemerintah dengan Bank Dunia yang berimbas pada dikeluarkannya PP No. 2 Tahun 2008 dan PP No. 3 Tahun 2008, terdapat dua dokumen yang dikeluarkan oleh Bank Dunia berjudul: “Sustaining Indonesia’s Forests: Strategy for the World Bank 2006-2009” dan “Sustaining Economic Growth, Rural Livelihoods, and Environmental Benefits: Strategic Options for Forest Assistance in Indonesia?” selain itu Bank Dunia juga mendirikan IBRA (Indonesia Bank Restructuring Agency/Badan Penyehatan Perbankan Nasional) dimana melalui IBRA ini ratusan miliar US$ utang-utang industri kehutanan, termasuk utang industri bubur kertas dan HTI pulp dialihkan menjadi utang negara dan menjadi beban rakyat Indonesia (Walhi)
Padahal hutan seperti kita ketahui merupakan hajat hidup orang banyak yang menyangkut kepentingan kelangsungan hidup kita, sehingga hal yang patut kita perjuangkan ialah meninjau kembali kebijakan liberalisasi sektor kehutanan diatas dalam rangka mencegah hutan-hutan kita semakin gundul tak terkendali serta mengambalikan hak-hak masyarakat untuk memanfaatkan hasil hutan dengan kreatif, tidak terbelit monopoli yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar kehutanan saat ini.
Mencegah dan Menindak Tegas pelaku perusak lingkungan
Kasus korupsi pengalihan fungsi hutan lindung seluas 7.300 hektar di Kabupaten Bintan yang melibatkan anggota komisi IV DPR, merupakan contoh tidak bertanggungjawabnya pemimpin saat ini terhadap kondisi hutan, selain itu penindakan yang tegas terhadap pelaku pembalakan liarpun masih terkendala oleh hal yang sifatnya pragmatis yaitu uang, sehingga agenda utama yang perlu ditegakkan ialah seperangkat sistem dan aturan yang tegas untuk menindak perusak lingkungan ini, selain itu dengan memanfaatkan kerjasama yang lebih intensif dalam rangka clean development mechanism (pembangunan bersih) dimana negara berkembang diberi insentif dari pengurangan karbon, maka seharusnya dana untuk pengkaderan polisi hutan yang berdedikasi dan dilengkapi peralaan canggih bukanlah hal yang tidak mungkin.
Melestarikan Hutan Kita
Luas hutan Indonesia terus menciut, sebagaimana diperlihatkan oleh tabel berikut: Luas Penetapan Kawasan Hutan oleh Departemen Kehutanan Tahun Luas (Hektar) pada tahun 1950 sebesar 162,0 juta; tahun 1992 sebesar 118,7 juta, tahun  2003 sebesar 110,0 juta dan tahun 2005 sebesar 93,92 juta.
kita harusnya berkomimen untuk melakukan penghijauan kembali 59 juta Ha hutan yang rusak serta konservasi aneka ragam hayati dan hutan lindung yang ada. Pengembangan kawasan hutan yang tidak boleh kita lupakan ialah perbaikan terhadap hutan bakau kita (mangrove), dimana saat ini kondisi mangrove kita telah rusak, bayangkan saja saat tsunami di Aceh terjadi dimana tinggi gelombang mencapai 40 meter, jika disana terdapat hutan mangrove yang rapat dimana ketinggian hutan bisa mencapai 40 meter maka laju gelombang dapat tertahan, selain itu pengembangan hutan mangrove dapat meningkatkan perolehan ikan nelayan karena hutan bakau dijadikan sebagai tempat ikan bertelur.
Strategi yang kita usahakan tidak akan berhasil tanpa adanya dukungan dari masyarakat, untuk mendukung proses penghijauan maka elemen masyarakat kehutanan  yang perlu untuk kita tingkatkan, dimana pola-pola pertanian dengan pembakaran lahan perlu untuk kita hindari  melalui edukasi dan pengelolaan lahan terpadu.
Selain itu motif ekonomi yang mendorong masyarakat merusak hutan bisa kita alihkan dengan melakukan manajemen wisata hutan yang baik, dimana masyarakat kita libatkan dalam mendorong terwujudnya wisata kehutanan, selain meningkatkan pendapatan, tentunya menumbuhkan kecintaan masyarakat Indonesia khusunya dan dunia pada umumnya terhadap hutan Indonesia. Hutan hujan tropis yang bagi saya terbaik di dunia.
Strategi kebijakan yang tepat, penegakkan hukum yang baik dan keterlibatan masyarakat menjadi agenda utama kita semua dalam melestarikan hutan kita.  Saatnya kita lebih serius menjaga titipan dari anak cucu-kita ini sehingga anak cucu kita masih bisa bernafas dengan udara segar dari hutan tropis Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar